Review :
Dr. Rer. Silv. Muhammad
Ali Imron. S.Hut, MSc
(Dosen Fakultas
Kehutanan UGM, Jurusan Konservasi)
1. Pendahuluan
1.1 LatarBelakang
Konsep HCVF (High Conservation Value Forest) atau Hutan Bernilai Konservasi Tinggi muncul pada tahun 1999 sebagai ‘Prinsip ke 9’ dari standar pengelolaan hutan yang berkelanjutan yang dikembangkan oleh Majelis Pengurus Hutan (Forest Stewardship Council / FSC). Konsep HCVF yang didesain dengan tujuan untuk membantu para pengelola hutan dalam usaha-usaha peningkatan keberlanjutan sosial dan lingkungan hidup dalam kegiatan produksi kayu dengan menggunakan pendekatan dua tahap, yaitu: 1) mengidentifikasikan areal-areal di dalam atau di dekat suatu Unit Pengelolaan (UP) kayu yang mengandung nilai-nilai sosial, budaya dan/atau ekologis yang luar biasa penting, dan 2) menjalankan suatu sistem pengelolaan dan pemantauan untuk menjamin pemeliharaan dan/atau peningkatan nilai-nilai tersebut. Salah satu prinsip dasar dari konsep HCV adalah bahwa wilayah-wilayah dimana yang dijumpai atribut dengan nilai konservasi tinggi tidak selalu harus menjadi daerah yang pembangunan tidak boleh dilakukan. Sebaliknya, konsep HCV mensyaratkan agar pembangunan dilaksanakan dengan cara yang menjamin pemeliharaan dan/atau peningkatan HCV tersebut. Dalam hal ini, pendekatan HCV berupaya membantu masyarakat mencapai keseimbangan rasional antara keberlanjutan lingkungan hidup dengan pembangunan ekonomi jangka panjang.
PT Intracawood Manufacturing[1] adalah unit pengelolaan hutan alam yang
berada di
provinsi Kalimantan Utara tepatnya berada di
Kabupaten Malinau, Bulungan dan Tanah Tidung. Pihak managemen dari PT.
IWM berkomitmen untuk melakukan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dengan
tidak hanya melihat aspek produksi semata tetapi juga memperhatikan aspek
sosial dan budaya serta lingkungannya. Untuk menunjukan kesungguhan dalam pengelolaan hutan berkelanjutan
tersebut, pihak unit pengelolaan
mengikuti salah satu skema sertifikasi pengelolaan hutan alam yang dalam hal
ini skema Forest Stewarship Council yang dipilih.
1.2 Tujuan
Tujuan dari
kegiatan evaluasi assessment kondisi satwa dan vegetasi di hutan bernilai konservasi tinggi ini adalah
untuk:
- Mengetahui hasil indentifikasi kawasan hutan bernilai konservasi tinggi di areal PT. IWM, dengan memperhatikan aspek-aspek keanekaragaman hayati dan ekologi.
- Melakukan analisis kondisi lanskap kawasan hutan yang ada dari aspek keanekaragaman hayati, ekologi.
- Mengetahui data dasar untuk analisis vegetasi dan analisis satwa yang menunjukkan kondisi prioritas yang mencerminkan kawasan hutan bernilai konservasi tinggi; dan
- Mengetahui hasil monitoring dan evaluasi yang diharapkan menjadi dasar dalam pengelolaan dan pemantauan kawasan hutan bernilai konservasi tinggi yang telah teridentifikasi.
2. Metode
2.1. Waktu dan Lokasi
Kegiatan monitoring dan evaluasi analisis satwa dan analisis vegetasi
dilaksanakan per 5 tahun mulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Lokasi monitoring satwa dan vegetasi berada
di dalam areal HCVF PT.IWM pada kawasan Sungai Elor Sekatak.
Berikut disajikan jadwal pengambilan data per tahun.
Berikut disajikan jadwal pengambilan data per tahun.
No
|
Pengamatan
|
Metode
|
Tahun
|
Waktu
|
Area
|
1
|
Mamalia, Aves
|
Anveg
|
2011
|
Januari - Maret
|
HCVF Sungai Elor
|
2
|
Mamalia, Aves
|
Anveg
|
2012
|
Januari - Maret
|
HCVF Sungai Elor
|
3
|
Mamalia, Aves
|
Anveg
|
2013
|
Januari - Maret
|
HCVF Sungai Elor
|
4
|
Mamalia, Aves
|
Anveg
|
2014
|
Januari - Maret
|
HCVF Sungai Elor
|
5
|
Mamalia, Aves
|
Anveg
|
2015
|
Januari - Maret
|
HCVF Sungai Elor
|
6
|
Mamalia, Aves
|
Anveg
|
2016
|
Januari - Maret
|
HCVF Sungai Elor
|
2.2. Pengambilan Data
Pengambilan data
inventarisasi meliputi :
1.
Inventarisasi
satwa mamalia
2.
Inventarisasi
satwa aves
3.
Analisis
vegetasi
2.3. Alat dan Bahan
Alat dan bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Gambar Spesies Satwa sebagai panduan dan buku pengenal
jenis vegetasi
1.
Tallysheet Inventarisasi Satwa dan vegetasi
2.
Alat tulis,
3.
Peta kerja skala 1 : 50.000,
4.
Kompas,
5.
Teropong Binokuler,
6.
Pengukur waktu,
7.
GPS,
8.
Pita meter,
9.
Kamera foto
10.
Peralatan masuk hutan
11.
Bahan makanan
12.
Obat-obatan
2.3. Parameter Analisis
1. Hasil
analisis inventarisasi satwa
2.
Hasil
analisis analisis vegetasi
3.
Hasil
analisis hubungan antara kondisi satwa dan vegetasi
III. Pembahasan
Dari hasil pengolahan data dijelaskan
bahwa Jumlah Spesies Pada awal Inventarisasi terdapat 13 spesies sampai dengan
monitoring T+6 terdapat penambahan 11 Spesies baru.
Spesies yang paling banyak ditemukan adalah Babi Hutan (Sus barbatus) dan Landak raya (Hysrix brachyura) dengan kelimpahan sebanyak 14 individu.
Trend analisis
data untuk estimasi populasi individu per ha spesies mamalia dari tahun ke
tahun
Trend analisis data untuk kepadatan kemerataan, keanekaragaman dan kekayaan spesies mamalia dari tahun ke tahun
Hasil
grafik analisis dari tahun ke tahun untuk kemerataan, keanakeragaman dan
kekayaan spesies dapat diketahui mempunyai trend yang naik sehingga dapat
diduga bahwa kebutuhan hidup untuk mamalia tercukupi
di kawasan HCVF sehingga mamalia bisa hidup dan berkembang di kawasan
tersebut. Dengan berkembangnya mamalia
di kawasan HCVF tersebut menunjukkan bahwa kondisi hutan masih terjaga dengan
baik sesuai dengan kaidah ekologi.
Spesies
Kunci di Areal HCVF
Spesies kunci merupakan suatu spesies yang jika
kehilangannya dari suatu ekosistem akan berdampak atau berpengaruh besar
terhadap populasi spesies lain maupun proses-proses ekosistem. Di areal PT. Intracawood
Manufacturing terdapat tiga spesies kunci, yaitu: Rangkong (Buceros
rhinoceros), Owa-Owa (Hylobates muelleri), dan Beruang Madu (Helarctos
malayanus). Namun pada analisis saat ini penulis menambah spesies linsang
linsang dan kukang untuk diketahui kerapatan relatifnya dengan pertimbangan
spesies tersebut masuk dalam kategori IUCN, CITES dan PP no 7. Di bawah ini disajikan grafik perhitungan
kerapatan relatif pada beberapa spesies.
Grafik
diatas menunjukkan owa owa ditemukan pada kondisi setiap saat disetiap
pengamatan dan menunjukkan trend naik mulai pengamatan tahun ke 0 sampai tahun
ke 6 sedangkan pada tahun ke 6
ditemukan spesies kunci beruang. Hal ini
menunjukkan kondisi ekologi yang dibutuhkan untuk hidup spesies kunci masih
terjaga dengan baik. Pembahasan lebih lanjut hubungan antara spesies dan
vegetasi dapat diketahui dari analisis vegetasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Pesan