RINGKASAN EKSEKUTIF RE-IDENTIFIKASI HBKT



Kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi adalah kawasan hutan dimana dijumpai nilai-nilai penting secara ekologi dan sosial budaya. Konsep ini merupakan bagian dari prinsip yang harus dipenuhi dalam skema sertifikasi pengelolaan hutan alam berkelanjutan yang dipergunakan oleh Forest Stewarship Council (FSC). Prinsip ini terdapat dalam prinsip kesembilan dari kriteria dan indikator yang harus dipenuhi oleh pengelola hutan alam.

PT. Intracawood Manufacturing (PT. IWM) adalah unit pengelolaan hutan alam yang berada di provinsi Kalimantan Timur tepatnya berada di Kabupaten Malinau, Bulungan dan Tanah Tidung. Pihak pengelola dari PT. IWM berkomitmen untuk melakukan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dengan tidak hanya melihat aspek produksi semata tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan budaya serta lingkungannya. Untuk menunjukan kesungguhan dalam pengelolaan hutan berkelanjutan tersebut, pihak unit pengelolaan mengikuti salah satu skema sertifikasi pengelolaan hutan alam yang dalam hal ini skema Forest Stewarship Council yang dipilih.

PT. IWM sudah melakukan kegiatan penilaian hutan bernilai konservasi tinggi pada tahun 2002 bekerjasama dengan The Nature Conservancy (TNC), pada tahun 2010 di lakukan review terhadap laporan dan kegiatan Hutan Bernilai Konservasi tinggi, rekomendasi dari kegiatan ini antara lain perlunya PT. IWM untuk melengkapi laporan tentang hutan bernilai konservasi tinggi dengan mengambil data langsung dilapangan, untuk memenuhi masing-masing nilai konservasi tinggi 1- 6 . Disesuaikan dengan panduan identifikasi untuk kawasan bernilai konservasi tinggi di Indonesia yang dikeluarkan oleh konsorsium revisi toolkit HCV Indonesia (revisi-2010).

Dalam rentang waktu antara tanggal 20 Maret - 18 April 2011, dilakukan kegiatan identifikasi hutan bernilai konservasi tinggi dengan melibatkan lebih dari 27 orang tenaga teknis dalam melakukan identifikasi bidang satwaliar (mamalia dan avifauna), botani serta sosial dan budaya.

Hasil kegiatan ini antara lain :

  • Areal unit pengelolaan PT. IWM secara langsung berbatasan dengan Hutan Lindung Gunung Sondong - Gunung Batu Bengalun, yaitu berada di sebelah selatan, dengan perkiraan panjang perbatasan antara areal konsesi dengan hutan lindung tersebut adalah sekitar 59 km. Posisi areal konsesi yang berbatasan dengan kawasan hutan lindung di atas, dipastikan memberikan fungsi pendukung bagi kawasan konservasi di dekatnya tersebut. PT. IWM akan berfungsi menjadi koridor dan pelarian (refugian) bagi satwa-satwa dari kawasan hutan di sekitarnya. Secara internal PT. IWM telah menetapkan areal-areal lindung di dalam areal konsesinya dalam bentuk kawasan sempadan sungai, areal HCV Sungai Elor, kawasan ekologi unik, kebun benih, kawasan plasma nutfah, daerah dengan kelerengan di atas 40 %, petak ukur permanen, dan areal tegakan ulin. Luas keseluruhan areal lindungan ini adalah 30.285 ha atau sekitar 15,52 % dari total luas areal unit pengelolaan.
  • Di dalam areal IUPHHK PT. IWM ditemukan beberapa jenis tumbuhan yang masuk ke dalam kategori Critically Endangered (CR) dalam RedList IUCN. Paling tidak terdapat 54 jenis tumbuhan yang masuk ke dalam kategori CR, yang keseluruhannya merupakan kerabat meranti (suku Dipterocarpaceae). Di areal PT. IWM, persebaran jenis-jenis dipterocarp di atas diperkirakan tersebar merata di seluruh areal konsesi, khususnya pada hutan-hutan yang masih primer dan sekunder tua.
  • Sebanyak 27 jenis mamalia yang ditemukan dalam wilayah PT. IWM ini tergolong memiliki nilai konservasi sangat penting. Lokasi-lokasi, seperti Sungai Rian, KM 7 (Mess Camp 15), dan Cabang S. Betutung (RKT 2010), merupakan lokasi tempat ditemukannya jenis-jenis penting dalam jumlah paling banyak, yakni 13 jenis; dan disusul oleh lokasi S. Marut (RKT 2009) sebanyak 10 jenis. Jenis-jenis yang tergolong ‘terancam kepunahan’ (EN), ditemukan sebanyak 4 jenis, yakni Hylobates muelleri (Owa kalawat), Manis javanica (Trenggiling peusing), Felis planiceps (Kucing tandang), dan Cynogale bennettii (Musang air). Jenis-jenis yang tergolong ‘hampir terancam kepunahan’ (NT), hanya ditemukan dua jenis, yakni Sundasciurus hippurus (Bajing ekor kuda) dan Ratufa affinis (Jelarang bilalang). Sebanyak 12 jenis tergolong Rentan (VU), yaitu Sus barbatus (Babi berjenggot), Cervus unicolor (Rusa sambar), Macaca nemestrina (Monyet beruk), Presbytis hosei (Lutung banggat), Helarctos malayanus (Beruang madu), Nycticebus coucang (Kukang bukang), Neofelis nebulosa (Macan dahan), Callosciurus adamsi (Bajing telinga-totol), Lutrogale perspicillata (Berang-berang wregul), Aonyx cinerea (Sero ambrang), Tarsius bancanus (Krabuku ingkat), Rheithrosciurus macrotis (Bajing tanah ekor tegak). Lima jenis termasuk dalam Appendix I CITES, yakni Hylobates muelleri (Owa kalawat), Helarctos malayanus (Beruang madu), Nycticebus coucang (Kukang bukang), Neofelis nebulosa (Macan dahan), dan Felis planiceps (Kucing tandang). Sebanyak 12 jenis termasuk endemik Kalimantan, antara lain Hylobates muelleri (Owa kalawat), Presbytis hosei (Lutung banggat), Muntiacus atherodes (Kijang kuning), Exilisciurus exilis (Bajing kerdil dataran rendah), Dremomys everetti (Bajing gunung), Exilisciurus whiteheadi (Bajing kerdil telinga kuncung), Aeromys thomasi (Bajing terbang coklat-merah), Hystrix crassispinis (Landak butun), Callosciurus adamsi (Bajing telinga-totol), Rheithrosciurus macrotis (Bajing tanah ekor tegak), Tupaia montana (Tupai gunung), Glyphotes simus (Bajing kerdil perut merah).
  • Selama pengamatan, tujuh jenis burung migran ditemukan di dalam dan sekitar areal PT.IWM ini. Antara lain Pandion haliaetus (Elang tiram), Aviceda jerdoni (Baza jerdon), Macheiramphus alcinus (Elang kelelawar), Haliaeetus leucogaster (Elang-laut perut-putih),Ichthyophaga humilis (Elang-ikan kecil),Calidris temminckii (Kedidi Temminck),Ficedula mugimaki (Sikatan mugimaki).
  • Dengan menggunakan pendekatan kehati-hatian dan melihat kondisi lapangan, Areal PT.IWM masuk ke dalam kategori NKT 2.1 yang merupakan bagian dari lanskap yang memiliki kapasitas untuk menjaga proses dinamika ekologi alami. Luas areal inti 74,743.93 hektar dan areal penyangga 120,366.07 hektar.. Lanskap hutan yang ada di sekitar dan di dalam areal PT. IWM secara garis besar terbagi menjadi dua tipe ekosistem, yaitu ekosistem hutan hujan dataran rendah dan hutan sub-pegunungan, yang satu sama lain menyambung. Sebagian besar wilayah yang masuk ke dalam areal PT. IWM adalah hutan jenis dataran rendah atau hutan dataran kering.
  • Secara pasti, populasi satwa liar di Indonesia jarang sekali diketahui, kecuali orangutan. Dengan demikian untuk mengkaji NKT 2.3 ini dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian dan prinsip alternatif jenis satwa, terutama jenis yang tergolong ke dalam jenis-jenis NKT. Tujuan kajian NKT 2.3 ini, jenis altenatif yang menjadi perhatian adalah beruang madu (Helarctos malayanus), owa kalawat (Hylobates muelleri), macan dahan (Neofelis nebulosa) dan kerabat rangkong. Pada kasus PT. IWM terdapat puluhan jenis tumbuhan tinggi yang tergolong Rentan Kepunahan dengan kepadatan sangat rendah. Kelompok suku vegetasi dengan nilai NKT tinggi dianggap memiliki populasi yang mampu mewakili populasi alaminya, yakni Rosaceae, Dipterocarpaceae dan Bombacaceae.
  • Pendekatan yang dilakukan untuk melihat apakah wilayah ini mempunyai ekosistem langka atau hampir punah adalah dengan menggunakan pendekatan land-system dari RePPProT dan berdasarkan hasil studi Ecoregional Conservation Assessment (ECA) yang dilakukan oleh The Nature Conservancy tahun 2010. Berdasarkan pendekatan land-system RePProT, areal PT. IWM terdiri dari tiga tipe ekosistem, yaitu hutan dataran rendah, hutan sub-pegunungan dan rawa. Hutan hujan dataran rendah di areal PT. IWM mendominasi seluruh tipe ekosistem yang ada, yaitu sekitar 98 % dari seluruh areal. Sementara hutan sub-pegunungan hanya sekitar kurang dari 2 % luasnya dan terdapat di sebelah selatan atau timur laut areal konsesi. Terakhir, yang terkecil adalah tipe ekosistem rawa berumput ilalang yang terdapat di sebelah utara dan tepat berada di batas areal PT. IWM. Dengan pendekatan land-system ini tipe ekosistem yang terdapat di dalam areal PT. IWM sebagian besar memiliki status terancam.
  • Dari hasil perhitungan berdasarkan permodelan yang dibuat dalam software GIS, sebagian besar wilayah PT. IWM memiliki tingkat bahaya erosi dengan urutan sangat ringan, berat, ringan dan sangat berat. Nilai ini akan menurun lagi apabila faktor penutupan lahan dan pengelolaan dimasukan dalam perhitungan. Nilai indek penutupan lahan dalam hal ini hutan yang nilainya sangat kecil (0,001-0,05), ini menunjukan bahwa hutan dapat mereduksi tingkat bahaya erosi yang sangat besar. Sehingga pengelolaan hutan yang menggunakan metode yang menekan kerusakan lingkungan sekitarnya (reduce impact logging) akan dapat meminimalkan tingkat bahaya erosi dalam lingkup setempat.
  • Di dalam areal PT. IWM belum pernah terjadi kebakaran hutan dan lahan dalam skala besar. Ada beberapa hal yang menyebabkan ini antara lain kondisi hutan alam yang ada di dalam areal PT. IWM terbilang relatif masih lebat dan lembab karena masih memiliki hutan alam primer serta hutan bekas tebangan dalam proses suksesi sekunder tua. Fungsi ini penting sekali untuk menjaga stabilitas kandungan air terutama pada musim kemarau yang berkepanjangan. Selain itu, iklim di areal PT. IWM relatif basah sampai sangat basah sepanjang tahun, dengan suhu rata-rata tahunan 26,5 oC dan kelembaban nisbi rata-rata tahunan 83-85 %. Tingkat curah hujan yang tinggi dengan kelembaban yang tinggi tersebut akan menyulitkan terjadinya kebakaran hutan, kandungan air pada serasah atau lantai hutan cukup tinggi sehingga mampu menghambat pergerakan atau menjalarnya api jika terjadi kebakaran, banyaknya sungai-sungai kecil yang mengandung air sehingga mampu mencegat atau menghambat pergerakan atau menjalarnya api jika terjadi kebakaran hutan.
  • Kawasan-kawasan yang penting sebagai wilayah tempat masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar di dalam areal PT. IWM, antara lain kebutuhan protein : Paling tidak terdapat 16 lokasi berburu dan mencari ikan, yang biasanya mengikuti pinggiran sungai dan anak sungai (sempadan sungai) – yang masih bisa diakses dengan perahu oleh masyarakat setempat, serta sekitar jalan akses darat baik di dalam maupun di luar areal PT. IWM. Ke-16 lokasi tersebut adalah S. Betayau, S. Jalai, hutan dan sungai Gong Solok, S. Bengalun, S. Mangkuasar, S. Mendupo, S. Olok, S. Luasan, S. Bangop, wilayah hutan Desa Punan Dulau dan Tenggiling, S. Embu Rangao, hulu S. Sekatak Bengaran, hulu S. Seputuk, di wilayah Desa Ujang, serta hulu S. Elor Belusuk. Kebutuhan sayur dan buah-buahan : Biasanya berada di sekitar lokasi perladangan mereka. Ada 12 lokasi perladangan masyarakat, yang biasanya dibuat di pinggiran sungai dan anak sungai (sempadan sungai) – yang masih bisa diakses dengan perahu oleh masyarakat setempat, serta sekitar jalan akses darat baik di dalam maupun di luar areal PT. IWM. Ke-12 lokasi perladangan tersebut adalah S. Betayau, S. Jalai dan main road silint, hulu S. Gong Solok, S. Bengalun, wilayah hutan Desa Punan Dulau dan Tenggiling, hulu S. Sekatak Bengaran, hulu S. Seputuk, di wilayah Desa Terindak dan sekitar jalan trans Kalimantan, serta hulu S. Elor Belusuk. Kebutuhan air minum dan MCK : Masyarakat menyebutkan sedikitnya 16 nama sungai, anak-sungai dan mata air yang mereka manfaatkan, diantaranya adalah S. Betayau, S, Jalai, S. Elor, S. Gong Solok, S. Bengalun, S. Mangkuasar, mata air G. Kujau, S. Magong, S. Sekatak, S. Bengara, S. Seputuk, S. Mewet, S. Makung, S. Ilur Belusu, S. Terindak, serta hulu S. Elor Belusu. Kebutuhan material kayu : Berikut ini beberapa lokasi yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan kayu oleh masyarakat, diantaranya adalah S. Betayau, S, Jalai, jalan produksi PT. IWM di Km 4-10, S. Gong Solok, S. Bengalun, S. Mangkuasar, S. Mendupo, S. Luasan, S. Solok, S. Sekatak, S. Bengara, S. Seputuk, serta S. Elor Belusu. Pendapat uang tunai dari hasil hutan kayu dan non-kayu : Umumnya lokasi-lokasi pemenuhan pendapatan uang tunai ini sama dengan lokasi-lokasi untuk berburu dan mencari ikan, ladang, tempat mencari buah dan sayuran, serta lokasi mencari material kayu.
  • Hasil identifikasi di lapangan memberikan beberapa hal yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya tradisional komunitas lokal. Indikator yang mencerminkan sebaran sumberdaya hutan yang berhubungan dengan perilaku komunal /individu untuk memenuhi kebutuhan budayanya antara lain Zonasi, Sebaran situs arkeologi,Sebaran dari kegiatan ritual dari komunitas lokal, Sebaran sumberdaya alam hayati untuk pemenuhan kebutuhan budaya. Indikator yang mencerminkan perilaku kolektif komunitas lokal yang berhubungan dengan sumberdaya alam hutan yang terkait dengan komponen ekosistem yang membentuk identitas budaya khas bagi komunitas yang ada di dalam dan sekitar areal PT. IWM antara lain : Tempat, Benda, Spesies tanaman dan hewan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Pesan

TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA DI PT INTRACAWOOD MANUFACTURING

Se-usai melaksanakan kegiatan Penanaman Pohon Serempak Tahun 2024 bersama  Kementerian Lingkungan Hidup dan Lingkungan Republik Indonesi...